Tuesday, November 22, 2005

Dibuat 1994, Favorit 2005

Tanggal 30 September 2005 lalu, di milis para alumni Satucitra, Zaenul Muchtadien alumni Satucitra yang sekarang jadi Media Director di Hotline Advertising, memposting pesan berikut:

Kemarin saya datang ke acara 3rd Elshinta Award 2005 ternyata
Radio Alam Sutera (jingle ‘Armand Maulana’) - raih Elshinta award - iklan yang disukai pendengar.

Selamat buat Pak Ricky, dkk

Zainul M


Jingle tersebut dibuat oleh Satucitra pada tahun 1994. Pada saat itu saya copywriternya. Komposernya Doti Nugroho (Twodees) yang dikenal sebagai seorang musisi bertangan dingin yang banyak melahirkan jingle populer. Kliennya adalah Argo Manunggal Group, pemilik lahan 700 hektar lebih di kawasan Serpong yang bermaksud membangun sebuah pemukiman modern baru berkonsep Residential & Lifestyle Community. Rancangan pemukiman dibuat oleh sebuah perusahaan urban planning ternama dari Amerika Serikat, sedangkan logonya dibuat oleh sebuah biro desain Australia. Saat ini Alam Sutera sendiri bukan lagi klien Satucitra. Setelah ditangani lebih dari 7 tahun, mereka hijrah ke biro iklan lain. Kabarnya sekarang ditangani oleh Gama Ad.

If you have nothing to say, sing it!” Itulah nasehat legendaris dari nabi periklanan modern David Ogilvy di buku Ogilvy On Advertising. Sebuah kredo yang diamini oleh banyak sekali pekerja kreatif hingga hari ini.

Lalu, apakah jingle Alam Sutera juga bias dibilang mengikuti kredonya Ogilvy? Tidak sepenuhnya benar. Di masa itu, ketika ibukota Jakarta booming dengan real estate baru, pilihan media massa favorit adalah iklan cetak di surat kabar (khususnya harian Kompas) dan radio. Pada saat itu, untuk iklan radio real estate, jingle jadi semacam mandatory (kewajiban). Biasanya dibuat dalam pola ‘donat’ alias ada ruang kosong di tengah tanpa suara penyanyi yang nantinya mudah diisi voice over yang menyampaikan berbagai program atau kegiatan dari real estate tersebut.

Konsep Residential & Lifestyle Community yang tertuang dalam masterplan Alam Sutera sendiri sesungguhnya memiliki banyak hal menarik, utamanya pada masa tersebut, untuk dikatakan. Desain pemukiman yang mengacu pada salah satu model perumahan terbaik di Los Angeles ini bahkan mengantar sejumlah tim untuk melakukan photosession ke Los Angeles langsung. Enin Supriyanto (Creative Director), Ima Susanti (Art Director) dan Joyce Tenardhi (Account Manager) yang menangani kampanye berangkat bersama tim fotografer Lee Japp ke sana untuk pengambilan gambar. Sebuah ‘kemewahan’ yang mungkin takkan terulang untuk sebuah kampanye periklanan perumahan di masa sekarang. Sayangnya, kampanye iklan hasil pemotretan di sana nasibnya hanya jadi ‘pajangan’ di kantor pemasaran. Apa yang terjadi? Sebuah iklan launching 1 halaman yang hanya memuat ilustrasi masterplan di harian Kompas membuat seluruh rumah yang tersedia habis terjual dalam waktu satu minggu. Seperti biasa, khas real estate, kegiatan periklanan pun harus dihentikan karena tidak ada lagi yang mau dijual.

Kembali ke urusan jingle yang meraih Elshinta Award 2005 ini. Saya sendiri tidak menduga jingle tersebut masih popular hingga sekarang. Pada saat diputar di berbagai radio di Jakarta tahun 1994, jingle ini cukup popular di kalangan pendengar radio. Walau tidak memenangkan award apa pun pada saat itu, saya berani bilang dengan pede bahwa jingle ini dikenali dan disukai banyak orang. Menariknya, jingle yang disukai pendengar ini ternyata bukan pilihan utama Satucitra dan Twodees pada saat itu. Ini adalah jingle kedua. Jingle yang pertama dan sekaligus unggulan dinyanyikan oleh Oppie. Dibuat dengan mood yang lebih personal dan kontemplatif. Karakternya jauh lebih kuat. Klien bukannya tidak menyukai. Hanya mereka juga ingin menampilkan suasana yang lebih ‘megah’ dan riang. Pada saat versi kedua dibuat, tanpa perubahan lirik, klien senang tapi sempat juga ragu. Karena jingle pertama memang tak bisa dipungkiri memiliki kekuatan karakter yang lebih kuat. Akhirnya, selera orang banyak menjadi 'hakim'. Dan jingle kedua yang dinyanyikan oleh Armand Maulana (waktu itu belum mendirikan GIGI) yang diputuskan tayang. Entah apa yang terjadi bila jingle pertama ini yang tayang, apakah akan tetap disukai pendengar seperti yang sekarang? Yang jelas jingle pertama ini kemudian diadopsi telak-telak untuk salah satu iklan televisi merek elektronik. Iklan itu berhasil meraih perunggu pada Citra Pariwara. Saya lupa tahun 1995 atau 1996. Selamat deh.

Saya sebenarnya bermaksud mengulas lebih jauh tentang lirik jingle yang saya buat ini, dan beberapa jingle lain yang pernah saya buat bersama Doti pada masa itu. Saya memang sudah lama ingin menulis tentang lirik jingle dari perspektif kerja kreatif periklanan, bukan semata sebuah kerja artistik seperti menulis lirik lagu. Tentu cuma berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami saja. Sayangnya, kurang afdol bila tulisan tersebut tidak bisa memperdengarkan jingle yang saya ulas. Sialnya, saya masih 'gaptek' urusan blog dan belum mengerti teknik memasang audio file di blog. Maka rencana itu pun saya tunda dulu. Sabar ya, hehehe...

No comments: