Thursday, January 19, 2006

Paradoks Prius di Indonesia

Iklannya muncul di harian Kompas berkali-kali. Mengungkap segala nilai terobosan Toyota di bidang pengembangan mobil hybrid yang ramah lingkungan. Toyota Prius, mobil hybrid pertama yang diproduksi secara massal oleh Toyota berhasil menjadi salah satu best-selling car di Amerika Serikat.

Toyota Prius yang dijual seharga US$ 21,725 di Amerika sana (senilai 206,6 juta rupiah untuk kurs 9.500 perak per dollar) memang pionir kendaraan masa depan. Teknologi hybrid selain sangat ramah lingkungan juga menjanjikan efisiensi bahan bakar yang luar biasa karena memadukan secara canggih dua sistem energi penggerak: bahan bakar bensin dan listrik. Alhasil, daya hemat bahan bakarnya mencapai 1:25. Untuk 1 liter bensin menempuh jarak 25 kilometer. Kesuksesan Prius membuat semua produsen lain berlomba-lomba menyiapkan versi hybrid pada kendaraan keluaran tahun ini. Honda, Ford, Chevrolet, Lexus dan sejumlah merek sudah siap berebut pasar mobil hybrid. Termasuk Toyota sendiri untuk jenis lainnya.

Sejatinya, teknologi ini merupakan sebuah solusi hebat untuk masyarakat Indonesia yang sanggup membeli mobil. Bisa mengakali harga BBM yang semakin melangit sekaligus berperan dalam mengurangi polusi yang makin menggila di kota-kota besar.

Ironisnya, Prius akan dijual di Indonesia dengan harga sekitar 450 juta rupiah. Di kelompok harga ini, Prius akan berada sejajar dengan sedan mewah sekelas Audi A4 2.0, BMW 320i, Mercedes C200 dan Volvo S60 2.0. Bahkan lebih mahal dari Toyota Camry, Honda Accord dan Nissan Teana yang tampil sangat mewah. Berapa orang yang sanggup membelinya?

Memang aneka mobil mewah berseliweran di jalan-jalan, khususnya Jakarta. Bahkan yang harganya berlipat kali Prius. Namun -- tetap saja -- dari jutaan mobil yang beredar di negeri ini, populasinya didominasi oleh mobil jenis Toyota Kijang, Xenia, Avanza, APV, Atoz, Karimun, Zebra, Carry, Jazz, Ceria dan semua jenis mobil di kisaran harga 60 – 150 juta. Ini mencerminkan daya beli masyarakat yang sebenarnya.

Tak pelak, kehadiran Prius menurut saya sebuah paradoks. Kelompok masyarakat yang sanggup beli mobil seharga 450 juta adalah justru kelompok yang kebal terhadap kenaikan harga BBM. Nilai penghematannya juga mungkin tidak akan terasa sama sekali jika dibandingkan penghasilan bulanan mereka. Kalau pun iya, itu sih lebih karena pelit ketimbang beneran nggak mampu, hahaha. Sementara, kelompok masyarakat yang sebenarnya sangat membutuhkan kendaraan yang lebih hemat BBM agar pendapatan bulanannya tidak tersedot ke sana, bisa dipastikan cuma bisa meneteskan air liur saja melihat Prius. Sambil bermimpi agar selekasnya muncul Carry Hybrid, Zebra Hybrid, Xenia Hybrid, Avanza Hybrid, Karimun Hybrid, Jazz Hybrid, APV Hybrid, dan sejenisnya yang mampu dibeli.

Terjadinya paradoks ini jelas bukan salah Toyota. Dari dulu kita tahu harga mobil di Indonesia memang sudah paradoks. Dengan segala macam alasan, kita harus membayar pajak kendaraan jauh lebih besar dibanding rata-rata penduduk di negara lainnya, termasuk negara yang jauh lebih maju macam Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa (kecuali mungkin Singapura dan beberapa negara kecil lainnya). Jadinya, rasio pendapatan dengan harga mobil betul-betul jomplang. Perbandingan sederhananya adalah harga jual Prius di Amerika. Coba kita hitung begini: bila kita anggap batas kewajaran seseorang untuk memiliki sebuah mobil adalah harga mobil miliknya wajarnya berada di bawah total pendapatan setahun, maka memang Prius di Amerika bisa dibilang mobil yang relatif murah (pendapatan seorang tukang listrik biasa saja di sana sekitar US$ 25,000 per tahun). Tak heran bila Prius menjadi begitu popular di sana. Kalau di Indonesia? Ya bayangkan saja sendiri berapa banyak orang yang punya penghasilan lebih dari 450 juta setahun. Barangkali tak sampai 1% dari populasi. Apa mungkin Prius menjadi mobil 'sejuta umat'.

Jadi jelas sudah, Prius akan menjadi ‘hak eksklusif’ kelompok menengah atas di Indonesia. Padahal, menurut saya, ini benar-benar perkara political will dari pemerintah. Bila pemerintah mau melihat mendesaknya kebutuhan terhadap kendaraan yang hemat energi dan mampu mengurangi dampak lingkungan secara signifikan di negeri ini, teknologi hybrid atau teknologi kendaraan elektrik lainnya harusnya mendapat potongan pajak yang besar agar dapat dijual dengan harga lebih terjangkau, karena konon komponen harga mobil terbesar di negeri ini adalah segala macam jenis pajak yang dikenakan. Atau lebih jauh lagi, pemerintah mendorong produsen mobil-mobil kelas harga yang saya sebut di atas untuk mengembangkan versi hybrid dengan kompensasi pengurangan pajak yang besar. Lebih-lebih lagi kalau semua bis kota, metro mini, mikrolet dan segala jenis angkutan umum didukung juga keberadaan versi hybridnya. Mantap bener tuh! Mustinya visi seperti ini yang segera diusung, bukan hanya sekedar kir emisi yang sekarang sedang ramai dibicarakan di Jakarta. Sepertinya sederhana ya? Saya juga tidak mengerti susahnya dimana. Sumpah!

Padahal, di Indonesia sebenarnya sudah ada dua pihak yang punya niat besar untuk mengembangkan city car berbasis energi elektrik. Satu karya peneliti LIPI yang dinamai MARLIP (dari kata Marmut dan LIPI. Nama yang aneh! hehehe). LIPI juga perancang KANCIL yang sekarang jadi pengganti bajaj. Satu lagi dari PT Dirgantara Indonesia yang dinamai Gang Car (Ini maksudnya mobil yang bisa masuk ke gang-gang kali ya, hehehe). Sayangnya pakai goggle, saya cuma ketemu 1 fotonya, sedang dikendarai oleh Presiden dan Aa Gym. Padahal, Marlip sendiri katanya sudah punya 8 model. Prius saja tidak sebanyak itu. Aduh, mudah-mudahan idenya tidak bernasib seperti liputannya yang cuma jadi berita seremonial saja. Terus terang saya tidak tahu rencana besar apa yang akan dilakukan pemerintah terhadap 2 usulan ini.

Sementara ini, sesaat lagi, kita nikmati saja dulu kehadiran Prius di jalan-jalan. Mudah-mudahan Prius dibeli – oleh mereka yang sanggup membelinya – dengan kesadaran terhadap perbaikan kondisi lingkungan yang tinggi. Dan semoga, kita tidak perlu menemukan paradoks berikutnya di jalanan: seorang majikan melempar sampah ke jalanan dari kaca jendela mobil Toyota Prius yang mulus dan kinclong. Itu sih namanya mobil hybrid dengan konsumen 'hybrid' dong, hahahaha

7 comments:

Stevie Sulaiman said...

Wah, kalo mobil hybrid dengan konsumen 'hybrid' mah bisa cuman 0,001% kali yee, P. Ricky? Semoga cemoohan saya ini tidak benar. Semoga...

L. Pralangga said...

City Car dan Hybrid, perlu dorongan regulasi dan penciptaan kondisi pasar yang kondusif juga :)

Orang2 juga akan berpikir sebab itu kan jadi investasi yang mandeg. Entry yang bagus mudah2an bisa jadi pencerahan buat yang ingin beli mobil hybrid.

Bucin said...

paradoks itu bukannya udah budaya dari dulu? menyulitkan yang mudah dan nggampangin yang sulit. qeqeqe...

Anonymous said...

mobil hybrid dengan konsumen 'hybrid' .. hahaha.. *asli ngakak aku mas..*

Ricky Pesik said...

stevie: saya khawatir lebih banyak dari itu, Stev. Lihat saja Perda larangan merokok yang masih dicuekin di Jakarta, hehehe

Luigi: saya juga kepengen mobil hybrid, kang. Duitnya aja nggak ada buat beli semahal itu. Nunggu Xenia/Avanza hybrid keluar aja kali ya, hehe

bucin: ember...

tina: lumayan deh bisa bikin ngakak, hehehe

Anonymous said...

Ingin menjual mobil atau motor dengan cepat ? Iklankan di

WWW.MOBILMOTORMALL.COM - Jual Beli Mobil Motor - Bursa Iklan Mobil Motor - Info Mobil Motor

Anonymous said...

Setidaknya kita rajin2 doa dulu supaya pemerintah mau mendengarkan aspirasi kita memurahkan pajak hibrida.. Gw juga udah ngiler banget sama mobil hibrida.. Ampunnn.. Kapan bisa beli ya??????????