Monday, January 09, 2006

Andai Peter Jackson Penggemar RA Kosasih

Mungkin kita juga akan menyaksikan di layar lebar hebatnya kisah Mahabharata dan perang Bharata Yudha yang kolosal tampil sedahsyat kisah trilogi The Lord of The Rings dan King Kong, film teranyar karya Peter Jackson.



Usai nonton King Kong, kesimpulan saya memang makin mantap. Peter Jackson sulit dicari tandingannya di muka bumi ini dalam urusan menciptakan imajinasi yang spektakuler jadi ‘nyata’ ke layar lebar. Eh, berlebihan nggak ya? Tapi coba bayangkan, dari trilogi The Lord of The Rings plus King Kong, siapa coba saingan terdekat Peter Jackson sekarang dalam urusan menghidupkan ‘imajinasi kolosal’ sepresisi dia? Mungkin George Lucas dan Steven Spielberg bisa dianggap ‘pesaing’ terdekat dalam urusan tersebut. Tapi – menurut saya sih – tetap beda jenisnya.

Dari pengakuan Peter Jackson terlihat sekali bahwa dia punya kedekatan emosional dengan kisah-kisah yang diangkat ke layar lebar. Buku The Lord of The Rings karya JRR Tolkien adalah cerita kegemarannya dari kecil. Film King Kong yang dibuat tahun 1933 adalah penyebab dia kebelet jadi filmmaker saat dia berusia 8 tahun. Jadi tak heran obsesi besarnya didukung oleh kedekatan yang sangat dengan kisah yang difilmkannya.

Coba kita berandai-andai sejenak. Seandainya si Peter Jackson ini tinggal di Indonesia pada tahun 70-80an, tentu dia akan menjadi salah satu anak muda pelahap komik-komik superhero lokal macam Gundala Putera Petir, Godam, Maza, dan lain-lain. Dia juga mungkin akan jadi pembaca kelas berat cerita silat (cersil) karangan Asmaraman Kho Ping Hoo yang terkenal dengan serial cersil tentang Pendekar Super Sakti, Suma Han. Terakhir, dia juga mungkin akan menjadi pengagum berat kisah-kisah wayang dalam bentuk komik yang legendaris karya RA Kosasih.

Dari 3 macam komik/cerita populer di era itu (sebenarnya ada satu lagi bacaan populer yaitu stensilan Ennie Arrow. Tapi untuk yang satu ini biarlah Vivid Enterprise yang menggarapnya, ha… ha… ha…), komik wayang legendaries RA Kosasih, utamanya kisah perang Bharata Yudha yang kolosal dan dramatik dalam cerita Mahabharata, menurut saya, bakal jadi tantangan yang sangat menggiurkan bagi orang sekaliber Peter Jackson untuk ‘dihidupkan’ ke layar lebar. Di dalam cerita perperangan besar Bharata Yudha terkandung kisah tentang percintaan, kesetiaan, pengkhianatan, keberanian, kepengecutan, politik, dan segala macam unsur utama yang diperlukan untuk membuat film menjadi cerita yang menarik. Saya yakin kalau saja seorang Peter Jackson menggemari komik wayang RA Kosasih, kita bakal menikmati versi layar lebarnya yang dahsyat. Sayang seribu sayang, dia besar di Selandia Baru. Tak ada wayang di sana. Apalagi seri komik wayangnya RA Kosasih.

Saya, kebetulan, termasuk salah satu anak di era itu (masih SMP) yang menyukai kisah perwayangan berkat jasa komik wayang RA Kosasih. Bukan dari novel kelas berat. Bukan pula dari pertunjukan wayang kulit atau wayang orang. Pada masa itu, ilustrasi perang Bharatha Yudha betul-betul tergambar di ‘otak’ saya berkat komik wayang ini. Saya pun masih menyimpan koleksi komik tersebut sampai hari ini. Sementara cerita silat Kho Ping Hoo dari seri Bu Kek Siansu si manusia setengah dewa, seri Pendekar Suling Emas diteruskan ke kisah Istana Pulau Es yang menjadi tempatnya Pendekar Super Sakti sampai lanjutan kisah kedua putera kembarnya. Saking getolnya membaca cerita-cerita tersebut saya pun tidak naik kelas di tahun tersebut, ha… ha… ha… dasar bego!

Imajinasi saya tentang kehebatan ilmu silat di cersil Kho Ping Hoo terbayar ketika saya menonton film Crouching Tiger Hidden Dragon karya Ang Lee. Ingat adegan kesaktian para pendekar berkejar-kejaran di pohon-pohon bambu, dong? Itulah ginkang ilmu peringan tubuh tingkat tinggi dalam gambaran cersil Kho Ping Hoo. Gambaran cersil di otak saya semakin jelas lagi ‘hidup’ ketika saya menonton film Hero karya Zhang Yimou. Dan kesaktian pesilat yang saking saktinya bisa terbang baru-baru ini saya nikmati di film terbaru Chen Kaige berjudul The Promise. Saat ini, filmnya masih diputar di jaringan 21.

Sementara untuk kisah-kisah superhero, biar pun bukan cerita soal Gundala, Godam dan Maza, tapi serial film seperti Batman dan Superman (tahun ini ada lanjutan Superman baru nih) sudah sejak lama berhasil ‘menghidupkan’ rekaman di otak saya tentang gambaran komik superhero yang dulu saya baca.

Tinggallah rekaman di otak saya dari komik wayang RA Kosasih inilah yang belum ‘hidup’ di layar lebar. Itulah sebabnya saya pun jadi berandai-andai: andai saja si Peter Jackson ini juga menjadi penggemar komik RA Kosasih, mungkin kita bisa nonton kisah dramatis Mahabharata dan perang akbar Bharata Yudha sedahsyat perang The Lord of The Rings di layar lebar. Sekali lagi, sayang seribu sayang! Apa saya email saja ya si Bung Peter Jackson ini? he...he...he... Nekat!

12 comments:

Stevie Sulaiman said...

Sebenarnya kita tidak perlu ngotot harus memfilmkannya saat ini.

Kita bisa mulai dengan me-refresh kembali buku-buku ini ke masyarakat. Di-relaunch lagi, dan dijaga ketersediaannya di toko-toko buku -- misalnya kerja sama dengan Om Richard (Oh) untuk bisa dijual di toko bukunya -- agar paling sedikit buku-buku itu tidak lagi asing di masyarakat kita.

Khun Suthisak pernah bikin reklame: "Read A Good Book Before Hollywood Ruins It."

Terbukti selengkap-lengkapnya film toh masih sering tidak mampu bercerita selengkap dan sedalam buku, kecuali dibikin sampai 3 seri @ 3 jam lebih seperti LOTR. Which is biaya yang super gede buat industri film nasional. Quite a mission impossible.

Kalau bukunya sudah populer di masyarakat, kali aja ada "investor" luar macam Dreamworks yang tertarik memproduksi filmnya, nah kreator buku bisa jual mahal karyanya. Everybody happy...

Ricky Pesik said...

Santai Steve.

Saya justru nggak berangan-angan 'membebani' industri film nasional untuk memfilmkan Bharata Yudha sampai setara LOTR.

Angan-angan saya sih tetap saja film ini dibuat oleh orang sekaliber Peter Jackson. Resiko "ruins by Hollywood' (katanya Memoir of A Geisha nasibnya begitu ya?) jelas ada, tapi setidaknya - kalau di tangan director sekaliber Peter Jackson -- Bharata Yudha pasti bakal tertonton seperti 'beneran', hehehehe

Kalau untuk industri film nasional sih, angan-angan saya tetap pengen lihat lahirnya film-film seperti Le Grand Voyage. Bercerita dengan lancar. Kuat memotret realitas. Menyentuh emosi terdalam.

Ingat kasus seorang bapak yang sakit ditinggal anaknya di kolong jembatan karena tak punya uang untuk ke rumah sakit dan menemui kematian di sana? Atau pemulung yang membawa-bawa jenazah anaknya karena tak punya uang untuk menguburkannya? (kalau tidak salah sudah ada yang mau bikin filmnya). Kapan film seperti ini ada ya?

Unknown said...

Sumpah Mas masih punya koleksi RA Kosasih???

Punya gue udah dimakan oleh usia dan kehidupan nomaden.

Mulai dari Mahabharata, Bharatayudha, Pandawa Seda dan Parikesit.

Gak mungkin dipinjem trus difotokopi yah kayaknya?? he he he...

Btw, salam kenal...

Ricky Pesik said...

Salam kenal juga sheque. Eh sebenarnya kita sih ttbk (tau tapi belum kenalan) kali ya, hehehe

Masih awet tuh, Mahabharata, Bharata Yudha sama Pandawa Seda. Ini koleksi ke 2. Dulu yang pertama koleksi waktu SMP hancur pas kuliah. Kena banjir, hehehe. Untung, sekitar 7 tahun lalu nemu terbitan ulang di Gramedia. Buru-buru tak beli. Jadi ini koleksi kedua kali.

Boleh aja fotokopi, asal jangan sampai halamannya lepas2. Berani? hehehe

M. Arief Budiman said...

Kita sebenarnya udah pernah kenalan Mas, tapi belum pernah nonton Kingkong bareng ;)

Ricky Pesik said...

kalau sama mas arief siapa yang tak kenal?

Wong jogja hobinya main 'petakumpet' yang mempecundangi biro-biro iklan jakarta di phinastika 2005, hehehe

Farika said...

Heheheh... asik nih baca yang ini! Ayo, mas! Usul ke RA Kosasih trus jual ceritanya ke Peter Jackson! Eh, masih ada ga ya RA Kosasih itu?? Ah, whatever! Salam kenal! :)

Ricky Pesik said...

Salam kenal juga farika. Thanks sudah berkunjung.
RA Kosasih sudah almarhum kali ya, hehehe

Unknown said...

Bwehehe..

TTBK (Teman Tapi Belum Kawan)..
apa sehhh?

Btw, aku link ya, mas.

Stevie Sulaiman said...

The Promise tak bagus atuh, terutama dalam hal 3D-nya...

Anonymous said...

Hey, salam kenal neh,gue jessica.
gue lagi nyari2 poster pertunjukan wayang kulit Indonesia neh buat project gue.
Ada yg bisa bantu ga? pleasee banget...
Email gue yah voldoz2004@yahoo.com

Thanks

Anonymous said...

eh, maaf...saya ini mahasiswa tingkat akhir..saat ini saya sedang dalam pengerjaan Tugas Akhir.

proyek saya adalah membuat kembali buku kisah bharata yudha dalam bentuk grafis novel.

jadi saya mohon bantuannya dalam hal pencarian link, sumber2 ter up-date, dan ilustrasi-ilustrasi...

bantuan dan doa sgt saya hargai
email saya amad_bjoe@yahoo.com