Sunday, February 19, 2006

Sebuah ‘Jalan Kebanggaan’

Rabu, 15 Februari 2006 harian Kompas menurunkan tulisan bertajuk Nasib Supir Taxi: Tarikan Sepi, Sarapan “Ngutang", Makan Siangnya Ubi. Liputan yang muncul di halaman pertama ini mengungkap kesulitan para supir taxi di Jakarta bertahan hidup di tengah dampak kenaikan harga BBM. Beratnya kondisi ekonomi membuat para supir taxi bahkan sampai harus menghemat pendapatannya dengan mengisi perut dengan ubi ala kadarnya yang lebih murah dari ongkos makan nasi dan lauk di warteg.

Di tulisan ini, Kompas mewawancarai dan memuat foto supir-supir taxi yang biasa nongkrong di sebuah jalan di sebelah Waduk Setiabudi di kawasan Jakarta Pusat. Mungkin banyak yang belum tahu dimana tepatnya letak jalan tersebut. Jalan yang yang panjangnya mungkin tak lebih dari 100 meter ini persisnya terletak di antara Gedung Landmark di jalan Jendral Sudirman dan Hotel Four Seasons yang terletak di jalan HR Rasuna Said (Kuningan). Kebetulan, inilah jalan yang saya lewati setiap hari dari tempat tinggal saya di Kuningan menuju kantor di kawasan Pejompongan. Jalan ini memang sudah bertahun-tahun jadi tempat supir-supir taxi break narik untuk sesaat. Saya tidak tahu sejak kapan sebenarnya kebiasaan ini dimulai.

Mungkin yang juga tidak banyak diketahui banyak orang – kecuali mereka yang berkantor di sekitar sana atau punya rutinitas melalui jalan ini seperti saya – bahwa jalan ini merupakan Jalan Kebanggaan Kelurahan Setiabudi. Di lanjutan jalan ini ke arah Sudirman yang letaknya persis di antara Gedung Landmark dan Wisma Indocement, juga terdapat sebuah jalan yang kurang lebih sama panjangnya. Bedanya, di jalan ini terdapat pemisah jalan selebar kurang lebih 1 meter yang ditanami pepohonan dan rumput yang dirawat. Pemisah jalan bertaman ini merupakan Taman Kebanggaan Kelurahan Setiabudi. Dua ruas jalan yang hanya dipisahkan oleh sebuah bundaran kecil ini merupakan jalan dan taman kebanggaan Kelurahan Setiabudi. Statement ini diperkuat dengan dipasangnya tulisan tersebut dalam bentuk seperti plang nama jalan di kedua ruas jalan yang menyatakan hal tersebut. Entah kenapa, plang Jalan Kebanggaan Kelurahan Setiabudi sekarang tidak terlihat lagi. Barangkali rubuh tertabrak kendaraan. Entahlah. Tapi plang Taman Kebanggaan Kelurahan Setiabudi masih terpampang gagah di sana.

Kembali ke Jalan Kebanggaan Kelurahan Setiabudi yang menjadi tempat mangkal para supir taxi, banyak juga yang tentu tidak tahu bahwa di jalan ini para supir taxi tidak hanya menjadikan sebagai tempat beristirahat – kadang untuk tidur sesaat di dalam mobil, ngobrolin nasib, makan ubi untuk menghemat penghasilan, tapi juga tempat mereka buang air kecil. Benar, buang air kecil alias pipis! Entah sejak kapan juga kebiasaan ini dimulai. Tapi jelas, salah satu pemandangan yang bisa Anda lihat jika melalui jalan ini adalah adegan seorang supir taxi sedang pipis sambil berdiri di balik pintu taxi yang dibuka lebar untuk menutupi auratnya dari pandangan kendaraan lain yang lewat. Memang Jalan Kebanggaan Kelurahan Setiabudi ini sungguh multifungsi buat para supir-supir taxi.

Jalan tersebut benar-benar jalan yang bisa dibanggakan karena ternyata -- tanpa sengaja – telah memberi ruang buat para supir taxi beristirahat, berkumpul, makan yang murah sampai buang hajat gratisan di kota yang segala-galanya sudah serba bayar ini. Mudah-mudahan juga para petinggi negeri ini tidak pernah dan tidak perlu melalui jalan ini. Agar para supir taxi tak kehilangan jalan kebanggaannya.

No comments: