Sunday, April 02, 2006

Pattaya yang Sepi

Sebuah catatan ringan dari gegap-gempita pesta kreatif periklanan se Asia Pacific di Pattaya yang berlangsung tanggal 9-11 Maret 2006 yang lalu. Telat banget ceritanya sih, tapi daripada tidak sama sekali. Toh cerita bukan oleh-oleh makanan yang bisa busuk.

Ini kali ketiga berturut saya pergi ke Asia Pacific Advertising Festival – biasa disingkat AdFest – di Pattaya. Ini tahun ke 9 penyelenggaraan. Bagi para pekerja kreatif iklan di kawasan Asia Pacific, AdFest sudah menjadi semacam ritual rutin tempat karya-karya mereka unjuk gigi. Kalau masih belum bisa unjuk gigi, ya belajar sama mereka yang sedang unjuk gigi, tentunya. Untuk urusan unjuk gigi ini, Indonesia memang termasuk paling payah. Sepanjang penyelenggaraan AdFest, belum ada satu pun karya dari Indonesia yang meraih satu pun metal. Bronze sekali pun. Prestasi tertinggi karya iklan Indonesia hanya pada tahun 2004 ada 1 iklan cetak dari Ogilvy yang jadi finalis, dan tahun lalu ada 7 karya (6 di antaranya iklan televisi) yang menjadi finalis. That’s it!

Bagaimana dengan tahun ini? Mengingat prestasi tahun lalu dengan 7 finalis tak heran bila rombongn ‘umroh’ pekerja iklan Indonesia di AdFest 2006 yang berjumlah 100an orang berharap banyak. Mimpi melihat karya Indonesia disebut di panggung sebagai penerima metal AdFest 2006. Harapan kian membuncah, ketika siang hari di hari pertama, meluncur kabar luar biasa: Owen (dari Lowe) dan Lia (dari David) yang mewakili Indonesia di Young Lotus Award 2006 menjadi finalis! Young Lotus Award adalah lomba bagi pekerja iklan di bawah usia 28 tahun. Pesertanya adalah pemenang dari lomba sejenis yang diselenggarakan di masing-masing negara. Owen dan Lia, pasangan luar dalam ini (mereka ternyata juga sepasang kekasih yang sebelumnya sama-sama kerja di BBDO Komunika) adalah pemenang Daun Muda Award di Citra Pariwara 2005. Sebagai hadiah, mereka berdua dikirim PPPI mewakili Indonesia di Young Lotus Award 2006.

Peserta Young Lotus mendapat tugas menyiapkan kampanye tentang AdFest sebagai festival periklanan kelas dunia untuk kalangan periklanan di kawasan Asia Pacific. Karena itu 2 pesan menjadi kunci kampanyenya: Cannes Asia (Cannes adalah festival iklan dunia yang reputasinya sangat tinggi) dan Truly Asia. Ketiga pasangan finalis – dari Malaysia, Indonesia dan Korea – mendapat kesempatan mempresentasikan karya mereka di hadapan peserta AdFest 2006 di sore hari. Gemuruh dukungan dari kontingen meramaikan tempat acara. Apalagi buat Owen dan Lia. Selesai Owen dan Lia presentasi, setelah pasangan Malaysia, timbul optimisme bahwa Owen dan Lia akan jadi orang Indonesia pertama yang membawa pulang metal AdFest ke negerinya. Namun presentasi terakhir dari pasangan Korea yang tak kalah menarik membuat persaingan merebut pemenang Young Lotus makin ketat bagi Owen dan Lia.

Welcome party AdFest 2006 digelar malam harinya di kolam renang Hotel Royal Cliff yang menjadi tempat penyelenggaraan AdFest, sekaligus tempat sebagian besar peserta menginap. Hotel dan tempat konferensi di kawasan pinggir pantai yang berbukit ini memang megah dan luas sekali. Bahkan paling besar di Pattaya karena kawasan ini dulu dibangun untuk APEC. Tapi di acara yang meriah dan makanannya luar biasa enaknya ini, selera makan kontingen Indonesia pun terpaksa berkurang setelah juri Young Lotus memutuskan pasangan dari Korea Selatan lebih berhak atas metal Young Lotus Award 2006. Sayangnya, di kategori ini hanya ada 1 pemenang, tidak ada peraih silver atau bronze. Di pesta ini juga diumumkan para pemenang lomba untuk kategori Direct Marketing dan Interactive. Sekali lagi, tidak ada satu pun karya Indonesia yang lolos. Bahkan sebagai finalis sekali pun. Hari pertama berlalu dengan sepi bagi karya Indonesia.

Hari kedua adalah kesempatan buat saya menikmati karya-karya iklan media cetak, poster, media luar ruang dan direct marketing yang dipamerkan di sepanjang koridor gedung kenferensi PEACH sepanjang kurang lebih 500 meter. Ribuan karya iklan dari kawasan Asia Pasifik saling pamer kekuatan ide dan kreatifitas. Karena relatif sudah terjadi swa-seleksi di masing-masing negeri (umumnya mereka tak akan mengirim karya yang tidak memenangkan lomba iklan di negerinya sendiri), kualitas iklan-iklan relatif nyaman untuk dinikmati. Iklan “sampah” (istilah untuk iklan-iklan butut yang geer dan nekat disertakan) relatif sedikit. Hari ini saya memilih berkonsentrasi menikmati pameran iklan dan mengabaikan sejumlah pembicara di hari ini. Apalagi mendengar acara Gunn Report (rekapitulasi iklan-iklan peraih award di berbagai festival iklan) yang sudah 2 kali saya ikuti. Saya memilih beli bukunya saja deh, toh Donald Gunn juga niatnya ‘dagang’ bukunya kok, hehehe.

Enaknya menikmati pameran di hari kedua, kita sudah bisa melihat karya-karya yang menjadi finalis yang ditandai dengan stiker putih pada iklan yang dipamerkan. Menikmati dan belajar dari karya-karya yang meraih posisi finalis, lagi-lagi saya harus mengakui bahwa Indonesia sungguh jauh tertinggal dari Thailand. Bukan dalam hal prestasi yang telah dicapai, tapi sungguh pada bagaimana cara mereka mengejar ketertinggalan dalam berbagai bidang. Perkembangan kemajuan Thailand mampu menunjukkan progresi yang sangat jelas. 4 tahun lalu mereka mengejutkan semua orang dengan karya-karya iklan televisi yang khas. Sejak itu mereka selalu mendominasi kemenangan kategori iklan televisi. Tapi Thailand tidak berpuas diri. Mereka sungguh belajar dari Singapore yang selalu mendominasi kategori iklan media cetak bertahun-tahun. Sejak tahun lalu, Thailand mulai menyaingi Singapura dari dominasi mereka di kategori media cetak dengan merebut Best Print. Tahun ini, Thailand semakin menggila di kategori ini. Separuh lebih finalis kategori ini datang dari Thailand. Dan harus diakui, seperti karya mereka di televisi, dominasi ini jauh dari sekedar factor keuntungan sebagai tuan rumah. Karya-karyanya sendiri telah bicara sebagai karya iklan kelas dunia dengan ide yang sungguh mengejutkan. Bagaimana dengan Indonesia? Hari kedua, Pattaya terasa makin sepi buat saya. Tak satu pun karya iklan Indonesia menjadi finalis. Kemana iklan-iklan peraih Citra Pariwara 2005 dan pemenang ADOI Award yang diumumkan seminggu lalu di Gedung Arsip Nasional minggu lalu ya? Pengumuman pemenang kategori Print, Poster dan Outdoor malam hari semakin meneguhkan kemajuan pesat yang dicapai Thailand. Mereka mendominasi peraihan metal di kategori Print dan Poster. Sekaligus menyudahi tradisi Singapura di kategori ini. Sementara di media luar ruang, Jepang lagi-lagi tak terkalahkan. Tapi 2-3 tahun lagi, bukan tak mungkin Thailand akan menyaingi mereka di kategori ini.

Hari ketiga sekaligus hari terakhir. Luput menonton short list finalis iklan televisi yang pemenangnya akan diumumkan di Closing Ceremony sekaligus Gala Dinner AdFest 2006 malam ini. Tapi kabar buruk sudah merebak di siang hari memastikan Pattaya semakin sepi prestasi bagi kontingen Indonesia: tidak ada satu pun iklan televisi Indonesia yang masuk short list finalis. Jadilah Indonesia cuma jadi penggembira di kategori ini. Makanan mewah yang tersaji di Closing Ceremony hanya jadi pengudap hambar yang menemani kami mengagumi ‘loncatan kejut’ iklan-iklan televisi Thailand yang merajai AdFest 2006 tahun ini.

Tak ada ‘pesta’ untuk Indonesia di Pattaya. Saya pribadi pun sudah kehilangan ‘selera’ untuk membahas ujung pangkal kemandulan kreatif kita di AdFest kali ini. Karena – menurut hemat saya – sudah tak ada lagi celah untuk mencari sebab musabab kegagalan Indonesia di AdFest. Selain mengakui bahwa daya kreativitas kita memang tertinggal cukup jauh. Jenis initiative ad (iklan inisiatif biro iklan yang dirancang untuk memenuhi standar kualitas lomba periklanan) tak kurang banyak sudah dibuat oleh kita, tetap tak mampu bicara.

Tapi kesempatan toh tidak akan hilang. AdFest masih akan berlangsung setiap tahun. Saya cuma berharap tahun depan Pattaya bisa terasa lebih ramai dari tahun ini. Paling tidak Indonesia, dari tahun ke tahun, tidak hanya mencetak ‘prestasi’ dalam jumlah kontingen. Atau sekedar punya wakil di jajaran juri. Dua insan muda periklanan, Owen dan Lia, sudah ‘membuka jalan’. AdFest 2007 menunggu.

1 comment:

M. Arief Budiman said...

Yoo terus berkarya. daripada pusiing mikirin fee agency, mending scam ad. sama2 gak bikin kaya, tapi kebanggaannya pasti beda. Tahun depan waktunya menang, karena qta udah terlalu sering kalah... Jika gak menang juga, harakiri aja kali yeee ;)